Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menjelaskan pemilihan lokasi modeling budidaya lobster di Batam tersebut bukan sebuah kebetulan.
Tebe menyebut Batam merupakan daerah sumber pakan yang sangat mendukung untuk budidaya lobster. Hal ini disebutnya sebagai kunci kesuksesan dari suatu proses budi daya.
“Batam dipilih sebagai lokasi model percontohan budidaya lobster, lantaran Kepulauan Riau dianggap mempunyai kesiapan dari sisi pakan lobster,” jelas Tebe akrab disapa dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Pembangunan modeling budiDaya lobster di Batam, Lanjut Tebe juga dilaksanakan dalam rangka pembangunan kawasan percontohan budidaya lobster yang terintegrasi antara hulu (nursery), on-farm (KJA/kerangkeng pembesaran, kawasan budidaya kekerangan untuk pakan) dan hilir (gudang beku, dan unit pengolah lobster).
“Harapannya dengan dibangunnya kawasan percontohan budidaya lobster adalah untuk peningkatan produktivitas, diseminasi teknologi budidaya lobster, peningkatan jumlah ekspor lobster, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan pembudidaya, serta untuk pertumbuhan ekonomi wilayah dan juga untuk peningkatan Pajak dan PNBP,” tutur Tebe
Tebe menambahkan bahwa KKP juga sedang mengembangkan budidaya kerang coklat yang cocok menjadi pakan lobster.
Beberapa dukungan mitra dan stakeholder terkait dalam pembangunan modeling Budidaya Lobster di BPBL Batam diantaranya dalam hal penyediaan benih lobster adalah dengan pelaku usaha budidaya lobster, pakan kekerangan dengan para pembudidaya kekerangan, teknologi perikanan budidaya dan pengembangan pakan dengan akademisi (IPB dan UNPAD).
"Ke depan kita akan menggandeng UNAIR, ITB, ITS serta perguruan tinggi lainnya terkait teknologi. Peran Pemerintah Daerah juga sangat diperlukan untuk mendukung program Pemerintah dalam hal pengembangan budidaya lobster, baik dari pengelolaan benih maupun pembesaran lobster,” beber Tebe.
Kebijakan pembangunan modeling ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Konsultan budidaya lobster, Effendy Wong, mengatakan bahwa kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait pengelolaan lobster dilakukan secara berkelanjutan sudah benar.
Dengan melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia, sebanyak 100 persen benih bening lobster (BBL) yang digunakan oleh negara produksi lobster adalah dari Indonesia.
“Ada sekitar 600 juta benih lobster yang diekspor ke Vietnam. Padahal itulah yang bisa jadikan Indonesia sebagai potensi besar untuk membangun budidaya lobster di dalam negeri,” ungkap Effendy Wong.
Effendy Wong optimistis Indonesia juga memiliki potensi yang sama untuk menghasilkan pakan kebutuhan budidaya lobster.
“Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, nanti Indonesia bakal sukses melakukan budidaya lobster,” tandasnya.
Sebagai informasi, merujuk dari Satu Data KKP, volume produksi budi daya lobster Indonesia pada tahun 2023 mencapai 433 ton dengan nilai sebesar Rp179 miliar (angka sementara). Potensi pasar seafood dunia, termasuk krustasea seperti lobster, diproyeksikan akan mencapai 53,86 miliar Dolar AS pada tahun 2030.
Namun, share ekspor lobster Indonesia di pasar global saat ini masih relatif kecil, yakni hanya 0,49 persen, dengan Indonesia berada di peringkat 23 eksportir dunia. Negara tujuan ekspor utama lobster Indonesia saat ini adalah China (47 persen), Taiwan (24 persen), dan Australia (13 persen).
Sebelumnya KKP telah meresmikan Modeling Budi Daya Udang di Kebumen, Modeling Budi Daya Rumput Laut di Wakatobi, Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang. Satu lagi sedang dalam proses pekerjaan adalah Modeling Budi Daya Kepiting di Pasuruan.
BERITA TERKAIT: